Lingkaran mataku menghitam, ini hari
kedua setelah kemarin demam dan flu brat menghantamku. Jam 3 pagi aku telah
harus bergelut lagi dengan netbook untuk mengerjakan tugas yang sangat banyak.
Lelah sekali rasanya beberapa minggu ini dipadati dengan tugas kuliah dan tugas
pekerjaan. Menyiapkan materi untuk mengajar, belajar untuk uts, mengerjakan
beberapa essay, tugas organisasi, dan proyek2 lainnya yang datang dalam waktu
bersamaan. Berangkat pagi, pulang sore, tidur larut malam,
dan bangun di pagi buta. Aku tau ini konsekuensi karena mengikat diriku dengan berbagai komitmen.
Jarang sekali aku sakit, namun ketika datang lah penyakit itu, pastilah tidak
biasa-biasa.
Hari ini, bangun dari tidurku aku
merasakan sakit di tenggorokanku. Aneh sekali, kemarin masih biasa saja. Ku
raih air minum di ruang makan, namun perih ini kunjung hilang. Setelah ku ambil
air wudhu, kuteruskan essay yang belum terselesaikan. Sekitar jam 8 pagi dengan
tugas yang belum finished *juga* akhirnya aku berangkat kuliah dengan sahabatku.
Sempat 6-7 kali bersin hebat namun aku tak menghiraukannya. Hari ini akan padat
sekali, tak ada waktu untuk bermalas-malasan atau kalah dengan sakit yg aku
rasakan. Aku kira sakit ini akan segera hilang karena kehausan saat tidur
*hahah*. Kuliah reading berjalan lancar-lancar saja, namun setengah jam berlalu
di kelas, aku merasa lelaaaah sekali, kantuk menyerang, bersin hebat pun sempat
menggangguku belajar. ”ini hanya flu ringan” ucapku dalam hati. Selesai kuliah,
sekitar jam setengah 11 aku kembali didera
bersin yang sangat hebat, aku tau ini pasti mengganggu orang-orang disekitarku.
Aku masih harus bertahan karena ada tugas uts yang belum terselesaikan. Aku
kumpulkan tenaga dan nongkrong dijurusan mengerjakan tugas bersama teman-teman.
Tanpa sadar, aku menitikkan air mata. Hei, tapi aku tidak menangis!!... air
mata ini mengalir begitu saja, dan lagi lagi bersin hebat datang sampai 4
kali.. ”HUAATTTCHIII” *sreuuk*..
Hmm aku pasti
terserang flu. Namun aku tau ini akan baik-baik saja. Tidak, ini tidak bisa
baik-baik saja. Badanku panas sekali, tenggorokanku sakit. Aku rasakan
amandelku membengkak. Tak tahan dengan rasa sakit ini, beberapa temanku
menyarankan untuk pulang, tapi aku tak bisa, masih banyak tanggungjawab yang
harus aku laksanakan hari ini. Ya Allah berikan hambamu ini kekuatan.. akhirnya
aku tertidur di pundak Fiksi, demam tinggi namun aku diam saja. Kupakai jaket
yang temanku pinjamkan padaku. Namun tetap saja dingin sekali rasanya. Setelah
terbangun dari lelapku sesaat, aku melanjutkan kembali mengerjakan essay
tersebut. Essay bahasa inggris. It’s okay, aku sudah mendapatkan idenya, namun
bukan itu masalahnya, aku tidak menuliskan kaa-kata dengan benar. The
words just messed up. I didn’t arrange
it properly. Hampir putus asa, aku terdiam. Jika aku tidak bisa mengalahkan
ini, banyak tanggungjawab yang akan terbengkalai, banyak orang akan kecewa dan
dirugikan, yang aku pikirkan saat itu adalah murid2 di tempat les…. Entah mengapa aku kecewa pada diri ini karena tidak bisa
professional. I couldn’t manage myself this time.. akhirnya aku putuskan untuk
tidak mengajar hari ini, awalnya tidak mungkin aku absen karena tidak ada guru
pengganti. Aku ingin menangis saat itu.. tidak ada guru pengganti, itu berarti
mau tidak mau bisa tidak bisa aku harus mengajar. Dengan kondisi seperti ini,
aku tidak bisa. Bahkan berdiri saja rasanya tubuhku bergetar. Stress sekali
rasanya. Beberapa saat berlalu, setelah mengusahakan akhirnya ada temanku yang
bersedia menggantikanku mengajar. Alhamdulillah, lega
sekali rasanya. I can’t take a deal with this illness more. Aku putuskan untuk pergi ke poliklinik kampus ditemani 2
sahabatku erna dan fiksi. Aku ingi sekali rasanya berbaring dan tidur. Namun
setelah sampai di poliklinik, aku harus menunggu karena kami kesana di jam
isirahat. Setelah sholat dhuhur, kami menunggu di lobby.
Akhirnya registrasi
dibuka kembali. Aku berharap banyak disini meskipun harus menunggu lama, maklum
lah indonesia. Apasih yang ga ngantri? Apasih yang ga lama dan dilama-lamain?.
Aku kepikiran bagaimana jika ada pasien yang parah dan tidak kuat lagi. Apakah
mereka juga harus menunggu selama ini juga? Bukankah segala sesuatu bisa saja
terjadi bila tidak ditangani dengan cepat?sudahlah, aku bersabar. Setelah
melakukan registrasi dengan petugas cowo yang rada rese, akupun harus menunggu
kembali sesuai antrian. Ini kali kedua ku berkunjung ke poliklinik kampus.
Hmm,,, sebenarnya aku tidak suka berada disini, aku kurang bersahabat dengan
birokrasi dan menunggu, aku benci. Setelah menunggu beberapa lama, akhirnya
namaku dipanggil. Aku kaget karena panggilan pertama ternyata hanya pemeriksaan
tekanan darah. Aku sedikit heran dan bertanya-tanya. Untuk apa hanya
pemeriksaan tekanan darah? Aku rasa ini sangat tidak efektif karena pasien
harus menunggu lagi untuk pemeriksaan diagnosa penyakit dengan dokter di poli
umum.
Setelah
menunggu *lagi* akhirnya giliranku untuk diperiksa. Masuk kedalam poli, dokter
menanyaiku beberapa hal. Aku pun menceritakan apa yang aku rasakan. Seorang
petugas yang tadi kulihat di bagian registrasi mengetuk pintu dan membukanya.
Ditangannya ia membawa beberapa lembar kertas registrasi pasien.
”dokter, ini
ada beberapan bonus”
ucapnya sambil menyodorkan kertas-kertas antrian pada bu
dokter. Dia maksud bonus itu kertas2 pasien tadi. Ya, memang aku melihat masih
lumayan banyak kertas antrian pasien yang ada di meja sang bu dokter. Tak aneh
jika petugas tadi bilang ada ”bonus”. Maksud yang aku tangkap sih bonus kerjaan
sih kasarny. Lalu, si dokter bertanya
”registrasi masih dibuka ngga?”.
”masih” jawab si petugas.
”gimana dok, mau
ditutup aja registrasinya?” lanjutnya.
Aku sih diam
saja mendengarkan percakapan diantara mereka. Sebagai pasien aku hnya diam saja
cuek tidak menghiraukan percakapan mereka, apalagi dengan demam yang aku
rasakan. Malas sekali peduli dengan itu. Kembali ke percakapan mereka,
” ada bos gak?
Kalo ada bos ya jangan ditutup, tapi kalo bos ga ada bilang ke petugas
registrasi untuk tutup saja”. mereka lalu tertawa berdua dengan riangnya, aku? diam.
Deg, aku terperanjat mendengar ucapan sang bu
dokter. What???, aku ga salah denger kan? Bu dokter, dengan santainya di depanku
yang notabene adalah pasiennya dia bilang seenaknya begitu saja. Miris sekali
rasanya.
“ oke bu, siap kayanya ga ada ko”
jawab si petugas sambil berlalu
pergi meninggalkan ruangan.
Ingin sekali
rasanya aku keluar dari ruangan ini dan tak jadi berobat disini. Kalian tau
maksudku kan? Apa yang sebenarnya mereka pikirkan? Bukankah itu adalah sikap
yang sangat tidak pantas dilakukan seorang dokter? Bukankah seharusnya dokter
bekerja dengan ikhlas dan menghormati hak pasien untuk memperoleh pelayanan
selama jam kerja masih berlangsung? Masih banyak waktu aku rasa. Jam kerja pun
masih ada. Mengapa pelayanan kesehatan seakan mereka monopoli dan permainkan
sendiri? Masyaallah. Bekerja jika ada bos. Mau jadi apa negeri ini.. pantas
saja banyak rakyat miskin yang tidak memperoleh pelayanan kesehatan dengan
baik. Mungkin mereka mendapatkan nasib sama seperti pelayanan disini. Sungguh
ironis, sebuah kejadian aneh hari ini..
Setelah
diperiksa, akhirnya aku mengambil obat dan segera pergi meninggalkan poloklinik
tersebut. Kejadian itu mungkin akan menjadi alasan besar aku tak mau kembali
lagi kesana. Okay aku masih terkena subsidi gratis karena aku mahasiswa baru. Tapi
tetap saja jika pelayanannya seperti itu aku tak mau kembali kesana. Di luar
hujan lebat sekali, tak mungkin aku pulang sekarang karena akan ada eapat sore
ini, jadi sebaiknya aku menunggu pikirku. Akhirnya aku diajak sahabatku untuk
menonton pentas sastra yang sebenernya aku sudah bilang tidak akan menontonnya.
Tapi tak apalah, toh rapat masih lama. Akupun mengikutinya memasuki ruang
pentas. Benar saja, aku tak betah disana. Selain ruangan pengap dan panas yang
membuatku semakin sakit kepala, aku tak terlalu suka dengan pentasnya. Aku ingin
keluar, akhirnya aku pun memutuskan untuk tidur saja selama pentas. Dalam tidurku
aku bermimpi. Mimpi2 aneh yang biasa dialami orang yang panas tinggi. Suara2
dari pentas drama itu terbawa masuk ke mimpiku dan berakhir menjadi ceracau
yang menyakitkan telinga. Aku terbangun dan mengajak temanku untuk keluar. Akhirnya
kami pun keluar. Di luar masih hujan. Kami pun memutuskan untuk berlari
menembus rapatnya rintikan hujan menuju masjid Al-Furqon. Mungkin
hal yang bodoh dilakukan orang yang sedang demam dan flu untuk berpapasan
dengan hujan. Namun aku memang tidak pernah ingin mengalah pada apapun,
termasuk diriku sendiri. Hujan bukanlah apaapa bagiku. Sesampainya di Masjid,
masih tersisa waktu sebelum rapat dimulai. Kami pun memutuskan untuk mengikuti kajian muslimah
bersama the Ninih, aku semangat sekali karena sudah lama tidak bertemu dengan
kajian seperti ini. Ya, bagaimana tidak, aku lebih
menyibukkan diri dengan hal2 lain akhir2 ini. Di dalam masih sepi, kami
memasuki ruangan dan duduk di barisan paling depan. Kajian hari ini bertemakan “remaja galau”. Wah, tak salah
aku mengikuti kajian ini. Teh ninih dengan ketenangan dan wajah teduhnya mulai
memberi materi dan menanyakan apa hal-hal yang biasanya membuat hati galau. aku
tak terlalu fokus saat itu, tiba-tiba beliau bertanya padaku. Apa hal yang
biasanya membuat aku galau. Spontan saja aku jawab ”ketemu dosen killer”
ucapku. Loh, ko aku jawab gitu sih? Sebenarnya ada jawaban lain yang ingin aku
sampaikan. Tapi ya sudahlah.
Ternyata teh
ninih sedikit kaget dengan jawabanku, entahlah memang jawabanku terdengar bodoh,hahaha.
Sepanjang kajian, aku merasakan cambukan hebat pada diri ini. Jawabanku tadi
paling banyak disebutkan oleh beliau. Mungkin beliau merasa memang sedang ada
yang aneh dengan ku. Aku merasakan beliau terus memperhatikanku sepanjang
kajian.sedih sekali rasanya. Menyadari betapa akhir2 ini banyak kelalaian dan fluktusi
terjadi pada diriku. Aku sadar, mungkin sakit yang ku rasakan ini adalah
peringatan juga dari Allah SWT agara aku kembali mengencangkan keimanan, dan
lewat kajian ini, aku terbangun dari mimpi dan kesibukanku selama ini. Ini lah
cambukanku hari ini.
Pulang ke
rumah, panasku tak kunjung turun. Padahaal kata dokter tadi ini hanya flu biasa
jadi dia memberiku obat dengan dosis ringan dan obat biasa saja. Padahal tadi
aku sudah meminumnya, tapi tak ada efek apa-apa. Dokter juga bilang amandelku
sedikit meradang. Memang aku rasakan itu. Sakit sekali. Malam pun tiba, setelah
obat keduaku, aku mencoba menutup mata. Namun tidak bisa. Hidungku tersumbat semua.
Sepanjang malam aku meangis karena aku tak bisa bernafas dengan hidungku. Aku menangis.
Badanku ngilu, demam, dan mampet. Ya Allah..... apakah ini. Pikiran aneh pun
terus terngiang-ngiang di otakku saking hebatnya sakit ini. Aku coba untuk jalan-jalan
mengelilingi rumah berharap hidungku tak tersumbat lagi. *aku tak tau apa
hubungannya hidung dengan jlan-jalan* ya, aku sudah putus asa mau ngapain lagi.
Tidur salah, bangun salah, sikap lilin apalagi. Aku sadar lagi. Aku kurang
bersyukur akhir akhir ini akan nafas yang senantiasa kuhirup dengan bebas
menggunakan kedua lubang hidung ini.
Memang manusia jarang sekali mensyukuri
nikmat sehat yang mereka peroleh.Aku pun benar-benar menangis. Bagaimana tidak.
Aku hampir tidak bisa bernafas. Udara yang ku hirup lewat mulut tak begitu
berpengaruh pada paru-paruku yang berteriak minta oksigen. Waktu menunjukkan
pukul 10 malam. Antara rasa kantuk hebat dan kesulitan bernafas. Pikiran aneh
sering menghampiriku. Aku takut untuk tidur, aku takut memejamkan mata. Aku takut,
jujur aku takut jika tak bangun lagi. Astagfirullah... apa yang terjadi
denganku. Hei, baru sakit segini saja! Jangan manja!. Aku berteriak pada
diriku. akhirnya akupun tertidur. Meski tak bisa nyenyak dalam tidurku. Jam 1
malam aku terbangun lagi. Terbangun oleh rasa dingin yang menusuk tulangku. Malam2
seperti ini aku putuskan untuk memasak air hangat. Sendiri. Minum obat lagi
berharap panasku akan turun. Berharap sakit kepala ini akan mereda. Tak ada
reaksi obat apa-apa sampai saat ini. Apa penyakitku yang terlalu bandel atau
obatnya yang tidak manjur? Aku jadi teringat pelayanan yang aku terima di
poliklinik tadi. Aku jadi sangsi aku diberi obat yang tepat. Akhirnya aku
putuskan untuk membeli obat sendiri di apotik esok paginya. Setelah minum obat
yang aku beli, berangsur2 panasku turun. Seharian dengan panas tinggi membuat
badanku sakit semua. Panasku reda, hidungku mereda. Aku sadar obat kemarin
memang tidak bereaksi. Entahlah. Aku tak mau berkomentar.ketika berangsur flu
mereda. Lain halnya dengan rasa sakit di tenggorokanku. Aku
rasakan semakin sakit di dalam sana. Suaraku hilang, serak. I can’t even produce
any voices. Radang tenggorokan.
Aku tau itu. Ini bukn kali pertama atau kedua aku mengalaminya. Sudah sering
seperti iini. Yah,, tak aneh. Memang kemarin2 aku tidak menjaga makanaku.
"Sehat
itu nikmat ketika kita merasakan sakit. Syukur itu kebutuhan jika kita sadar
ketidakbersyukuran kita akan merugikan diri sendiri".
Mengikat dirimu dengan berbagai
komitmen itu berarti kau harus lebih menjaga dirimu karena kau adalah bagian
dari orang banyak. Bukan berarti aku merasa dibutuhkan orang banyak. Tapi memang
benar ketika satu komitmen kau ikatkan pada pundakmu, maka kesehatanmu adalah
kebutuhan orang lain juga. Bertanggung jawab pada kesehatan
pribadi bebarti menunjukkan bahwa dirimu professional dan proporsional. Berarti
aku belum bisa seperti itu. Karena buktinya aku masih belum bisa
bertanggungjawab menjaga kesehatanku. Sekarang, aku mulai pulih.. istirahat 3 hari di rumah itu
membosankan. Kuputuskan untuk menulis cerita ini, yang itdak jelas apakah
jurnal, cerpen, atau artikel. Atau mungkin ini hanya ocehan yang berserakan di
otakku.
Hanya ingin
mengusir rasa jenuh saja. Semoga bisa mengingatkanku
kapan saja aku lalai. Semoga bisa diambil pelajaran dari semua kejadian kemarin. Tak ada maksud apapun
untuk memojokkan suatu pihak atau menginterferensi siapapun. Aku
hanya ingin berbagi. Semoga kalian tidak lupa bersuyukur dengan nafas yang
masih berganti. Dan sehat yang masih berdiri.
Duaribudelapanpuluhtujuh
kata berakhir disini. Sampai jumpa…